Blitar – Isu adanya calon tunggal pada Pemilihan Walikota Blitar semakin senter, semakin mendekati Pilkada belum ada partai politik yang mengeluarkan rekomendasi kepada Bakal Calon Walikota Blitar. Sejauh ini hanya sebatas Surat Tugas yang diberikan kepada bakal calon bukan Surat Rekomendasi.
Bahkan PDI Perjuangan hanya mengeluarkan surat tugas kepada Bambang Rianto dan belum mendapatkan rekomendasi dari partai PDIP untuk maju pilwali Kota Blitar. Partai berlambang moncong putih hanya memberi tugas kepada Bambang Kawit untuk melakukan aktivitas politik jelang pilkada Kota Blitar.
Proses penjaringan yang dilakukan oleh partai sampai saat ini belum mengeluarkan surat rekomendasi untuk di usung menjadi calon.
Situasi dinamika politik Kota Blitar yang masih belum menentu ini menjadikan isu menarik dalam pilkada Kota Blitar. Salah satunya muncul isu bahwa nanti hanya akan ada calon tinggal dalam pilkada Kota Blitar.
Mohammad Trijanto aktivis anti korupsi melihat bahwa proses demokrasi yang ada di Kota Blitar ini akan menjadi menghangat secara politik karena menjelang tahapan pendaftaran ini masih belum ada calon yang memang benar-benar mendapatkan rekomendasi.
” Sampai hari ini masih belum ada partai politik yang benar-benar memberikan rekomendasi kepada calon yang diusungnya untuk maju pada pilkada Kota Blitar,” Ujar Trijanto saat ditemui di rumahnya, Jum’at (12/07/2024).
Dalam proses demokrasi partai politik pemenang pemilu terkesan elitis dan bersifat tertutup dalam penjaringan calon yang diusungnya dalam Pilkada merupakan degradasi moral politik dimana seharusnya partai politik yang menjadi cerminan keterwakilan demokrasi untuk masyarakat tidak lebih menjadi alat tujuan bagi segelintir orang.
Setiap partai politik seharusnya bisa menggunakan cara elegan dan demokratis dalam penjaringan calon yang diusungnya. Salah satunya dengan menggelar mimbar bebas yang bisa disaksikan oleh semua orang. Dari mimbar bebas itu partai dalam hal ini DPP bisa menilai kapasitas setiap calon yang ikut penjaringan di partainya.
” Salah satu tolok ukur dalam penjaringan calon setiap partai salah satunya bisa memakai mimbar bebas yang dilihat oleh masyarakat. Sehingga terlihat kapasitas dan kapabilitas visi misi yang disampaikan serta respon tanggapan masyarakat. Tidak hanya mengandalkan lobi lobi tertutup di Jakarta,” Ujar Trijanto.
Meskipun skema pilkada dengan bumbung kosong itu diperbolehkan, namun kalau bumbung kosong itu terjadi di Kota Blitar, hal ini adalah preseden buruk dalam dinamika demokrasi. Yang terjadi bukan pesta demokrasi rakyat, tapi pesta elit politik. Kota Blitar tidak kekurangan tokoh, cuma sayangnya banyak tokoh yang tidak dekat pemilik modal untuk topang operasional proses pemikukada yang berpotensi sangat pragmatis.
” Percuma diadakan pemilukada 2024 yang habiskan anggaran sekitar 25 milyar, kalau ujung ujungnya cuma bumbung kosong. Masak mufakat dulu antar elit parpol dalam menentukan pemenang, lalu seakan-akan terjadi musyawarah melalui pemilihan kepala daerah, praktek demokrasi sepertinya terdegradasi oleh kepentingan elit.” Ujarnya.
Trijanto yang juga bacalon pilkada Kota Blitar ini mengatakan bahwa saat ini kesan elitis dan lobi tertutup tanpa memperhatikan kapasitas, kapabilitas dan track record setiap calon yang akan tampil dalam pilkada Kota Blitar diragukan dapat mengawal dan mewujudkan demokrasi Kota Blitar.
Trijanto berharap, agar para elit politik mempertimbangkan baik-baik suara rakyat, bagaimana rekam jejak dan gagasannya selama ini. Apa sukses story yang selama ini calon -calon pernah ukir ? Dan yang paling penting tidak sedang tersandera dengan potensi-potensi kasus dugaan tindak pidana korupsi dimasa lalu. Selain itu mengingat anggarannya pilkada kota Blitar 2024 sekitar 25 milyar.